Langsung ke konten utama

setelah nggak sama dia, gimana rasanya?

Rasanya campur aduk.

Waktu menyadari kalau perasaan itu sebenarnya ada, sedikit kecewa sama diri sendiri. Kenapa begitu jadi asing, malah baru sadar kalau jatuh hati? Kan aneh. Mau diungkapkan, kok rasanya udah nggak layak. Kalau dipendam terus, nanti ujungnya bakal gimana? Hahaha.

Welcome to my story in 2019. Waktu itu saya suka sama seseorang. Dia kakak kelas. Singkat cerita, kami akrab. Lambat laun, dia jadi cuek. Entah karena UN, atau hal lain di penghujung SMP yang membuatnya jadi super sibuk. Intinya, dia jarang chat saya seperti biasanya. Sebenarnya, hal itu sudah saya prediksi jauh-jauh hari. Tapi, yang namanya asing setelah akrab, siapa sih yang siap? Itulah yang saya rasakan. 

Setelah tidak dengannya, saya kesepian. 

Jujur, dia lelaki pertama yang saya ajak bercanda paling jauh. Dia satu-satunya lelaki yang menjadi tempat cerita saya di 2019. Namanya di notifikasi bisa membuat jantung saya berdebar. Rasanya senang sekali kalau tahu dia membalas pesan saya. Candaannya tidak pernah membuat tenggorokan kering. Lalu, ketika prediksi saya benar kejadian, waktu terasa berjalan begitu lambat. Saya masih beberapa kali berusaha menghubunginya, tetapi terus saja dibalas pendek. Saya bertanya-tanya apa kesalahan saya, tetapi nihil. Entah dia sudah menemukan yang baru, atau saya sudah bukan lagi teman berbagi yang cocok baginya. Saya tidak tahu. 

Ia meninggalkan saya dengan perasaan yang tidak karuan. Membiarkan saya menebak-nebak sendiri sampai tulisan ini saya buat. Hari-hari saya jadi sepi. Seperti kota mati yang kehilangan kendaraan-kendaraan penuh polusi. Seperti sarang yang ditinggal pergi. Begitu saya sadar tidak ada harapan bagi kami kembali, saya baru bisa jujur: bahwa selama ini, selama kami masih dekat, saya memendam rasa suka padanya. Ini perpaduan antara sengaja dan tidak. Dianggap tak sengaja, karena masa itu masih ada orang yang mengisi hati saya. Jadi, mana mungkin saya menyukai kakak kelas itu? Lagi, dia juga bukan sekadar kakak kelas, melainkan seseorang yang sahabat saya taksir. Sekarang bayangkan, apa mungkin saya tega menyukai laki-laki yang lebih dulu disukai sahabat saya?

Rasanya seperti menusuk dari belakang. Saya akan jadi manusia jahat kalau sampai jatuh cinta sama orang yang dicintai sahabat saya. Ya... walau seharusnya... akrab dengan kakak kelas itu sudah menjadi kejahatan, sih. Dan akhirnya, kejahatan itu selesai begitu ia juga mengakhiri keakraban kami. Akhirnya, saya jujur dengan diri sendiri. Saya jatuh cinta pada kakak kelas itu. Saya menyukai ketikannya. Hati saya selalu berdebar jika ia mengetik di ruang pesan kami. Semua tentangnya, saya menyukainya. 

Sayangnya, baik saya maupun sahabat saya terlambat. Saya tidak pernah tahu lagi kabarnya. 3 tahun berlalu, saya baru bisa move on. Melelahkan, tapi saya lega. Saya berhasil menyelesaikan perasaan yang tidak tahu dari mana awalnya, menutup kisah itu di 2023 dan tidak pernah membukanya lagi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saat Silsilah Keluarga Mempertemukannya dengan Adonan Biang

Pernahkah kamu berpikir, ketika kamu berada di pemakaman etnis Tionghoa, dan seseorang yang baru saja dikubur telah mewariskan adonan roti kepadamu? Judul: Madre Penulis: Dee Lestari Penerbit: Bentang Pustaka Terbit: 2015 Jenis: Novelet Jumlah halaman: v+46 hlm. *** Madre adalah fiksi ringan. Bercerita tentang Tansen Wuisan, lelaki 'bebas' yang diwarisi adonan roti oleh kakeknya, Tan Sie Gie. Silsilah keluarganya berubah drastis saat tahu bahwa neneknya menikah dengan etnis Tionghoa, bukan orang Tasikmalaya seperti yang ia ketahui.  Tansen dibawa ke sebuah alamat di Jakarta. Tempat itu adalah toko roti yang sudah tidak lagi beroperasi. Di sana, Tansen bertemu Pak Hadi, mantan pekerja kakeknya. Pak Hadi memperkenalkan Madre, adonan roti yang diperlakukan selayaknya anak sendiri.  Pak Hadi mengajarkan Tansen bagaimana 'merawat' Madre. Baru sehari, Tansen sudah keheranan dengan hidupnya yang aneh ini. Untuk mencurahkan perasaannya, Tansen menulis di blog. Sebua